Penipu Online dan Cara Menghadapinya

Foto : Hoops.id

Kemarin mamah di telepon oleh seseorang, katanya dari bank, mau nagih biaya transfer 150 ribu

Mamah mertua membuka percakapan saat kami dalam perjalanan ke rumah saudara, menghadiri acara tahlilan adiknya mamah, di bilangan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Aku yang sambil nyetir sedikit penasaran dan menebak-nebak kalo ini menjurus ke scam call atau penipuan melalui sambungan telepon.

Emangnya mamah ada transfer kemana, harus bayar segitu?” tanyaku penasaran.

Akusih nggak nanya mamah mau bayar apa enggaknya, karena aku tahu persis, mamah orangnya berpendidikan dan sangat update informasi. Mamah mertuaku pensiunan PNS, cara berfikirnya logis, nggak mungkin asal nurut bayar ini itu sama penipuan model kayak gini.

Mamah kemudian melanjutkan ceritanya.

Jadi sore itu, ada telpon rumah berdering, kemudian mamah mengangkat telepon.

Hallo, assalamu ‘alaikum” mamah mulai membuka percakapan.

Wa’alaikum salam, apa benar ini dengan ibu Hj. Rohmah, yang beralamat di xxx xxx no. xxx kel. Xxx kec. Xxx Jakarta Selatan?” tanya si penipu diujung telepon, seolah langsung melakukan validasi data layaknya petugas resmi sebuah institusi.

Mamah yang memang seorang pensiunan PNS, tentu suara sopan layaknya orang kantoran seperti ini sudah tidak asing lagi, malahan mamah seringkali kangen menghadapi orang seperti ini, karena dulunya waktu masih produktif memang banyak menyimpan memori berhadapan dengan orang kantoran seperti ini.

Tapi rupanya, kekangenan mamah dengan nada suara seperti ini dimanfaatkan oleh si penipu dalam meyakinkan calon korbannya.

Ibu…, saya xxxx dari Bank xxxx, mau menginformasikan bahwa beberapa hari lalu ada transaksi transfer sebanyak 2 juta dari rekening ibu, dan biaya transfernya belum kami debet. Mohon konfirmasi dengan menjawab YA, untuk kami tagihkan”

Kebetulan memang tiap bulan mamah ada aktifitas ke bank, entah itu mengecek dana pensiun, atau transaksi-transaksi lain. Beruntungnya Mamah itu termasuk orang yang ingatannya kuat. Beberapa hari lalu memang ke bank, tapi waktu itu tidak ada transaksi transfer. Kemudian Mamah mertua menjelaskan apa adanya kepada si penipu. Mamah pun sedikit curiga, karna setelah difikir-fikir, bank yang disebutkan oleh si penipu itu tidak sama dengan bank yang didatangi Mamah beberapa hari lalu.

Belum sempurna fikiran mamah membangun kesadaran akan penipuan, suara diujung sana langusng membalas dengan nada sedikit ditinggikan, disertai ancaman mau didatangi kerumah. Karena dia sudah mengantongi alamat Mamah.

Nah, disinilah Mamah mertua mulai kalah psikologis. Si penipu ini paham sekali membaca psikologis calon korbannya. Mamah mulai ada rasa kawatir didatangi orang ke rumah. Dalam kondisi psikologis yang tertekan, Mamah masih bisa menjawab telepon kepada si penipu.

Nanti sama mantu saya aja ya, telpon lagi, atau kerumah ketemu mantu saya” Jawab Mamah ke si penipu.

Alhamdulillah Mamah tidak memberi jawaban “YA, bersedia didebet” kepada si penipu. Karena bukan nggak mungkin, di zaman yang serba pakai AI ini, jika Mamah menjawab “YA”, maka secara otomatis rekaman suara Mamah bisa dijadikan sebagai konfirmasi transaksi, dan dianggap sebagai transaksi yang sah. Tentunya dengan rekayasa si penipu.

Si penipu kemudian menutup teleponnya. Tekanan psikologis Mamah masih terasa pasca telepon ditutup oleh si penipu, jantungnya masih deg-degan, katanya.

Kejadian seperi mamah tentunya banyak dialami oleh orang-orang diluar sana. Baik melalui telepon rumah, Handphone, atau melalu internet banking. Sudah banyak korbannya, dari mulai orang awam, sampai orang yang berpendidikan sekalipun seperti Mamah mertua saya.

Data kasus penipuan online dari tahun ke tahun (tirto.id)

Sebenernya, penipuan model gini bisa diciriin koq gaes….. Berikut cara menghindarinya :

#Pertama, Biasakan menerima telepon dengan role-play baku, seperti : Hallo, Assalamu alaikum, ini dengan siapa? Mau bicara dengan siapa?.

Penelpon normal biasanya akan menjawab pertanyaan kita dengan nada santai layaknya orang membalas pertanyaan di telepon. Lain dengan gaya bicara penipu, dia tidak akan menyebutkan namanya, biasanya akan langsung bertanya sambil menebak dengan melontarkan pertanyaan tertutup. Misal, “ini dengan ibu Hj. Rohmah?!” (penipu tahu nama pemilik rumah, karena penipu memegang data kita sebelum melancarkan aksinya).

Saat bertanya seperti itu, si penipu sebenarnya sedang melakukan verifikasi data ke kita. Akan fatal jika kita menyebutkan nama kita dengan polosnya. Untuk mengecohnya, kita bisa melakukan pengakuan palsu, missal mengaku sebagai nama yang disebutkan oleh penipu, padahal bukan. Dari situ akan ketahuan dia menggiring kita kemana. Jangan menyebutkan nama mu atau nama anggota keluargamu duluan ke penelpon ya gaes…! *cateet!

#Kedua, Jangan Panik-an!

Penipu biasanya langsung menyebutkan informasi tanpa alur cerita yang runut, tidak menyebutkan nama kita atau nama anggoa keluarga kita, tapi menggantinya dengan kata umum, misalnya : “Ibu, anak ibu kena Razia narkoba, sekarang sedang ada di kantor polisi”. Atau narasi begini “Anak bapak kecelakaan disekolah, sekarang sedang di RS, di ruang operasi, mau menunggu persetujuan operasi, minta di DP dulu sebelum tindakan operasi”.

Jangan langsung bereaksi panik mendengar berita kecelakaan dari penipu. Semakin kita panik, semakin psikologis kita terbawa ke jebakan penipu. Mereka dengan leluasa mempermainkan sisi psikologis kita, yang mana ujung-ujungnya kita digiring untuk mentransfer sejumlah uang ke rekeningnya.

Ini pernah kejadian sama manager saya di kantor. Critanya pagi itu dia berangkat ngantor. Ditengah perjalanan dia ditelpon oleh nomor tak dikenal, yang mengabarkan anaknya kecelakaan di sekolah dan sekarang posisinya di RS, menunggu untuk Tindakan operasi, minta persetujuan bapaknya dan minta DP untuk operasi.

Karna si manager ini panik, dia langsung memenuhi permintaan pelaku. Hingga transfer berkali-kali ke rekening penipu. Setelah saldo beberapa ATM nya menipis, si manager ini baru sadar dan logikanya kembali. Setelah klarifikasi ke istrinya, ternyata si anak yang katanya ada di RS lagi anteng belajar di sekolah. Tapi apa mau dikata, dia sudah mentransfer sejumlah uangnya ke rekening penipu hampir 20 juta gaes…!! Buat kamu yang bergaji UMR, itu gaji 4 bulan kerja loh! Menguap dalam hitungan menit gegara sepele, menjadi orang PANIK-an.

#Ketiga,  Jangan GE-ER an!

Jangan salah, orang GE-ER an juga gampang loh kena tipu. Meskipun penipuannya lewat media SMS dan WA yang terkesan jadul, tapi buktinya masih banyak loh korban penipuan model begini. Penipuan via jalur SMS dan WA biasanya merangkai kata penuh dengan pujian dan iming-iming, yang membuat calon korbannya merasa GE-ER. Misalnya : ”Selamat, Anda mendapatkan hadiah uang tunai 500 juta pada acara undian berhadiah dari Bank BRI. Klik link untuk konfirmasi

Sekali anda klik tautan yang diinfo lewat SMS atau WA tersebut, kita digiring ke landing page yang sudah disiapkan oleh penipu. Bahkan saking niatnya, si penipu meniru website sebuah bank sama persis dengan bentuk website aslinya. Sehingga calon korbannya yakin dialah pemenang undian. Saat itulah secara tidak sadar kita sudah masuk ke perangkapnya. Ujung-ujungnya penipu minta ditransfer sejumlah uang ke rekeningnya. Bagi orang awam, website palsu itu kayak website beneran. Tapi bagi yang melek teknologi, website kloningan tersebut bisa diciri. Beberapa fitur website terasa janggal.

#Jadilah Nasabah Bijak

Amankan akun perbankan anda dari potensi penipuan seperti ini, dengan cara : ganti password secara berkala, baik password ATM maupun internet banking, dan jangan beritahu kepada siapapun termasuk petugas bank. Jangan mudah mengumbar data diri pribadi, baik di medsos maupun ditempat umum yang mudah diakses orang. Terakhir, gunakan aplikasi perbankan seperlunya saja, setelah selesai menggunakan, segera log out akun.

Penipuan Atas Nama Bank BRI

Beberapa hari pasca Mamah menceritakan pengalamannya, aku sendiri menjadi target penipuan oleh oknum melalui WA. Oknum tersebut memberikan informasi melalui WA bahwa bank BRI akan memberlakukan tarif 150.000,- untuk biaya transfer antar bank.

Lebih jelas nya bisa lihat screenshoot WA ku ini :

Aku sih sadar betul itu penipuan, karna banyak sekali kejanggalannya.

Pertama, kalo biaya sekali transfer 150 ribu, duit ku di rekening sudah habis buat biaya transfer lah, secara saldonya nggak banyak-banyak amat, sekali transfer juga nggak gede. Ini ngga masuk akal banget.

Kedua, penipu salah menulis alamat kantor bank BRI nya.

Ketiga, Bank BRI itu bank BUMN, jadi kalo ada kenaikan tarif dan sebagainya, pemberitahuannya akan secara resmi, lewat media massa, bukan lewat WA japri.

Keempat, Penulisan dan gaya bahasa yang dipakai tidak mencerminkan pengumuman sebuah institusi besar seperti bank BRI.

Kelima, ini yang lucu dan bikin geli. Ketika aku balas WA ke si penipu, sungguh jawaban si penipunya diluar dugaan loh!

ini screenshoot WA nya.

Karna sudah mafhum dengan hal-hal seperti ini, kubalas WA nya begini untuk menakuti si penipu :

Nomor anda sudah kami laporkan ke kepolisian, WA anda sudah  saya screenshoot untuk bukti laporan. SIap-siap dijemput ya!”

You know what si penipu bilang apa? Jawaban dia sungguh diluar dugaan :

Terimakasih kak, saya tunggu

Bikin ngakak! Sumvah!

Dari kata-katanya sih, aku berkesimpulan kalo si penipu berusia diabwah 30 tahun, terlihat dari gaya bahasa yang dipakai.

Si penipu juga kayaknya faham hukum. Begitu aku bilang akan dilaporkan ke polisi, dia tidak merasa takut, karna dia tahu pasal penipuan tidak akan bisa menjeratnya. Masih ada celah dia untuk ber alibi seandainya dilaporkan ke polisi.

Jawaban si penipu mencerminkan penipu sekarang sudah tidak takut lagi sama polisi. Karna memang model penipuan seperti ini target marketnya jelas, orang yang masih awam dengan teknologi.

Jadi, baiknya kenali teknologi dan jadi orang jangan terlalu gaptek. Minimal jenis smartphone yang kamu beli kamu bisa mengoperasikan semua fitur yang ada didalamnya. Jangan sampai menjadi senjata makan tuan ya gaes….!

Penipuan Via Transaksi Online

Selain cerita model penipuan diatas, ada lagi cerita penipuan dengan target pengelola kos kosan. Aku sendiri yang ngalamin. Bukan sekali dua kali, tapi sering gaes…!

Modusnya mereka mau menyewa kamar kos. Kemudian mereka menghubungi pegelola kos melalui WA, sekedar basa basi menanyakan fasilitas kos. Tanpa banyak lagi pertanyaan, si penipu langsung booking kos kosan untuk jangka waktu satu tahun. Kemudian menunjukkan bukti transfer nya via WA, dengan melampirkan bukti transfer sesuai nominal biaya kos setahun. Bukti transfer yang dikirim penipu ke calon korbannya sama persis dengan bukti transfer pada umumnya. Saya sendiri sempat dibuat percaya sama dia.

Kemudian tidak berapa lama, penipu akan WA Kembali, bahwa dia ada keperluan mendadak, sehingga harus menarik kembali sebagian uang yang sudah ditransfer tadi. Tentunya dengan bumbu bumbu cerita yang membuat iba.

Nah, pemilik kos yang awam dengan transaksi perbankan, biasanya akan mudah percaya dengan karangan cerita si penipu, lalu mentransfer “selisih uang sewa kos” ke penipu, yang mana sebenarnya itu uangnya sendiri. Karna si penipu tidak pernah transfer ke rekening pemilik kos.

Lalu, struk bukti transfernya? Itu hanya editan si penipu gaes!. Gokil kan…?!

Cara menghindarinya mudah sih. Pastikan setiap ada transaksi perbankan, cek mutasi rekening kita. Baik melalui ATM, atau paling mudah sih melalui internet banking. Kalo perlu, aktifkan notifikasi SMS untuk transaksi dengan nominal tertentu, sehingga setiap kali ada transaksi baik transfer maupun debet, bisa segera diketahui lewat SMS. Caranya, untuk pemilik rekenning Bank BRI bisa klik DISINI.

Pertanyaannya, dari mana penipu mengetahui nomor kita?

Tentunya dari internet lah, biasanya kan kita mempromosikan usaha kos kosan via internet, dari situ penipu mengambil data kita, kemudian mulai melancarkan aksinya. Target mereka adalah pemilik kos kosan yang biasanya pensiunan, generasi baby boomers yang awam dengan teknologi. Generasi baby boomers di Indonesia yang menjadi “Pangsa Pasar” penipuan sangat besar, lebih dari 36 juta orang, Sungguh pangsa pasar yang luar biasa besar untuk “digarap”.

komposisi penduduk Indonesia (beritasatu.com)

Jadi, hati-hati ya gaes…! Teknologi ibarat dua buah mata pisau, bisa dibuat untuk kejahatan dan bisa juga dibuat untuk kebaikan, tergantung dari kita memanfaatkannya.

NB : Tulisan ini diikutkan dalam lomba Nasabah Bijak dari Bank BRI. Menjadi Penyuluh Digital untuk mengedukasi masyarakat supaya terhindar dari bahaya kejahatan cyber.

Jika anda merasa artikel ini berarti, beri LIKE dan komentar. Jika artikel ini dirasa bermanfaat untuk teman dan keluarga, share di media sosial anda!

Tetap waspada dan semangat…!!

Itu kan Kata Kidemang, Apa Kata Kamu?